BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh
yang tinggi. Jadi Analgetik-antipiretik
adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu
tubuh yang tinggi.
Analgetik
banyak digunakan adalah kortikosteroid analgetika, antiradang atau Non- Steroid
Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs). Obat analgetik adalah obat penghilang
nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi sakit kepala, demam dan nyeri
ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu
singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya macam
obat analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk
pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan
keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang diminum dalam waktu bersamaan,
keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien
terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya
diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan
analgetika. (Medicastore,2008)
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
penggolongan obat analgetik NSAID dan AID ?
2. Bagaimana
efek samping analgetik ?
3. Bagaimana
dampak penggunaan analgetik pada kehamilan ?
4. Berikan
contoh studi kasus penggunaan analgetik dan antipiretik pada anak dan ibu hamil
?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui penggolongan obat analgetik NSAID dan AID.
2. Untuki
mengetahui efek samping analgetik.
3. Untuk
mengetahui dampak penggunaan analgetik pada kehamilan.
4. Untuk
mengetahui penggunaan analgetik dan antipiretik pada anak dan ibu hamil.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. Pengertian Analgetik dan Antipiretik
Analgesik
atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar
kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi,
salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau
pereda nyeri.
Antipiretik
adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh atau obat untuk menurunkan
panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada orang
normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda adanya
gangguan-gangguan ditubuh seperti peradangan infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang
mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara).
Ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya
pada ujung syaraf bebas di
kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari temat ini rangsang dialirkan melalui syaraf sensoris ke S-S-P
(Susunan Syaraf Pusat), melalui sumsum tulang belakang ke talakus
(optikus) kemudian kepusat nyeri dalam otak besar, dimana rangsang terasa
sebagai nyeri.
B. Penggolongan Analgetik NSAID
1.
Pengertian
NSAID
Obat antiinflamasi (anti radang)
non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal
Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat
analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti
radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis
obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan
tergolong obat-obatan jenis narkotika.
2.
Cara
Kerja NSAID
Nonsteroid anti-inflammatory drugs
(NSAIDs) menghambat enzim siklooksigenase dalam tubuh kita, enzim tersebut
berfungsi memproduksi prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan munculnya rasa
nyeri karena mengiritasi ujung saraf perasa. Prostaglandin juga bagian dari pengatur
suhu tubuh. Golongan NSAID dapat mengurangi nyeri dengan turunnya kadar
prostaglandin. Efek lain akibat turunnya prostaglandin adalah berkurangnya
peradangan, pembengkakan, dan turunnya demam serta mencegah pembekuan darah.
3.
Efek
Samping Penggunaan NSAID
Semua jenis obat termasuk
NSAID memiliki efek samping, namun tidak
semua efek samping dapat muncul. Efek
yang sering terjadi yaitu : pusing, sakit kepala, mual, diare, perut kembung,
sulit buang air besar, kelemahan otot, mulut kering.
Efek samping serius juga pernah
dilaporkan akibat penggunaan NSAID yaitu :
a.
Reaksi alergi seperti kesulitan
bernafas, biduran, pembengkakan bibir, lidah dan wajah.
b.
Kram otot, rasa baal.
c.
Peningkatan berat badan yang cepat.
d.
Perdarahan saluran cerna.
e.
Nyeri ulu hati.
f.
Gangguan pendengaran.
g.
Telinga berdengung.
h.
Kram perut
i.
Gangguan pencernaan
j.
Gangguan tidur
k.
Mudah memar atau berdarah
4.
Golongan
NSAID
a.
Salisilat
(Aspirin)
Lebih dikenal
sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesic antipiretik dan anti inflamasi
yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai
prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis.
1) Farmakodinamik
·
Dosis toksik obat memperlihatkan efek piretik
sehingga pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis. Untuk memperoleh
efek anti inflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300
μg/ml. Kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4 gram per hari untuk orang
dewasa.
·
Efek terhadap pernapasan. Pada dosis terapi
salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peninggian
P CO2 akan merangsang pernapasan sehingga pengeluaran CO2
melalui alveoli bertambah dan PCO2 dalam plasma turun.
Meningkatnya ventilasi ini pada awalnya ditandai dengan pernapasan yang lebih
dalam sedangkan frekuensi hanya sedikit bertambah. Salisilat yang mencapai
medula, merangsang langsung pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi
dengan pernapasan yang dalam dan cepat. Pada keadaan intoksikasi, berlanjut
menjadi alkalosis respiratoar.
·
Efek terhadap keseimbangan asam basa. Dalam
dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen
dan produksi CO2 terutama di otot rangka karena perangsangan
fosforilasi oksidatif. Karbondioksida yang dihasilkan mengakibatkan
perangsangan pernapasan sehingga karbondioksida dalam darah tidak
meningkat.ekskresi bikarbonat yang disertai Na+ dan K+ melalui
ginjal meningkat, sehingga bikarbonat dalam plasma menurun dan pH darah kembali
normal.
·
Efek urikosurik. Dosis kecil (1 g atau 2 g
sehari) menghambat ekskresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah
meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya tidak mengubah ekskresi asam urat.
Pada dosis lebih dari 5 g per hari terjadi peningkatan ekskresi asam urat dalam
darah menurun. Hal ini terjadi karena pada dosis rendah salisilat menghambat
sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi salisilat menghambat reasorbsinya
dengan hasil akhir peningkatan ekskresi asam urat.
·
Efek terhadap darah. Pada orang sehat, aspirin
menyebabkan perpanjangan masa perdarahan. Hal ini bukan karena
hipoprotrombinemia, tetapi karena asetilasi siklooksigenase trombosit sehingga
pembentukan TXA2 terhambat. Aspirin tidak boleh diberikan pada
pasien dengan kerusakan hati berat, hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin K
dan hemofilia, sebab dapat menimbulkan perdarahan.
2) Farmakokinetik
·
Pada pemberian oral, sebagian salisilat
diasorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di
usus halus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah
pemberian. Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan dan
disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Asam
salisilat diabsorpsi cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai sebagai obat
gosok atau salep. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit yang luas.
·
Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke
seluruh jaringan tubuh dan cairan traseluler sehingga ditemukan dalam cairan
sinovial, cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu. Mudah menembus
sawar darah otak dan sawar darah uri. Kira-kira 80% sampai 90% salisilat plasma
terikat dalam albummin. Aspirin diserap dalm bentuk utuh, dihidrolisis
menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga kira-kira 30 menit
terdapat dalam plasma.
b.
Salisilamid
Salisilamid merupakan
amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesic dan antipiretik mirip
asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat.
1) Farmakodinamik
Dalam mukosa usus
mengalami metabolisme lintas pertama, mudah diabsorpsi usus dan cepat
didistribusi ke jaringan. Obat ini menghambat glukoronidasi obat analgesik
lain.
c.
Para Amino
Fenol
Derivat para amino
fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus
aminobenzen.
1) Farmakodinamik
Efek obat ini adalah
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan
penghambat biosintesis PG yang lemah.
2) Farmakokinetik
Diabsorpsi cepat dan
sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai
dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-33 jam. Dimetabolisme oleh
enzim mikrosom hati. Metabolit hasil hidroksil dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Diekskresi melalui ginjal.
3) Efek
samping
Fanasetin dapat
menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik
dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan adanya
metabolit yang abnormal.
d.
Pirazolon
dan derivat
Antipirin (fenazon)
adalah 5-okso-1-fenil-2, 3-dimetilpirazolidin. Aminopirin (amidopirin) adalah
derivat 4-dimetilamino dari antipirin. Dipiron adalah derivat metansulfonat
dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat diberikan secara suntikan.
a) Indikasi
Dipiron sebagai
analgesik-antipiretik karena efek anti inflamasinya lemah.
b) Efek
samping dan intoksikasi
Dapat menyebabkan
agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia.
e.
Asam
Mefenamat dan Meklofenamat
Asam mefenamat
sebagai analgesik dan terikat sangat kuat pada protein plasma. Meklofenamat
sebagai obat anti inflamasi pada terapi artritis reumatoid dan osteoartritis.
f.
Diklofenak
Absorpsi obat ini
melaui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada
protein plasma dan mengalami efek metabolisme lintas pertama sebesar 40-50%.
Walau waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, obat ini diakumulasi di cairan
sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu
paruh obat tersebut.
Terdapat dua jenis
obat yang termasuk dalam golongan diklofenak, yaitu Na diklofenak dan K diklofenak.
Perbedaan dari keduanya adalah garam kalium yang ada di obat diklofenak lebih
mudah larut dalam air dibandingkan dengan garam natrium. Sehingga kalium
diklofenak dapat diabsorpsi lebih cepat dibandingkan dengan natrium diklofenak.
Pada keadaan yang akut dan nyeri yang agak berat, lebih baik menggunakan kalium
diklofenak dibandingkan dengan natrium diklofenak.
g.
Fenbufen
Fenbufen merupakan pro_drug,
jadi fenbufen bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah
asam-4-bifeil-asetat. Zat ini mempunyai waktu paruh 10 jam sehingga cukup
diberikan ½ kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung baik, dan kadar puncak
metabolit aktif dicapai dalam 7,5 jam.
h.
Ibuprofen
Bersifat analgesik
dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat. Absorpsi cepat melalui
lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh
dalam plasma sekitar 2 jam. Ekskresi berlangsung cepat dan lengkap.
i.
Naproksen
Insiden efek samping
obat lebih rendah dibandingkan derivat asam propionat lain. Absorpsi obat baik
melaui lambung dan kadar puncak plasma dicapai dalam 2-4 jam. Waktu paruh 14
jam. Tidak terdapat korelasi antara efektivitas dan kadar plasma. Ekskresi
terutama dalam urin.
j.
Indometasin
Memiliki efek
antiinflamasi dan analgesik-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan
aspirin. Indometasin memiiki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro,
menghambat enzim siklooksigenasi. Metabolisme terjadi di hati. Indometasin
diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit melalui urin dan empedu. Waktu
paruh plasma kira-kira 2-4 jam.
k.
Piroksikam
dan Meloksikam
Peroksikam adalah
struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma
lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. Absorpsi
berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Obat ini
menjalani siklus enterohepatik. Kadar taraf mantap dicapai sekitar 7-10 hari
dan kadar dalam plasma kira-kira sama dengan kadar di cairan sinovia.Efek
samping tersering adalah gangguan saluran cerna.
Melosikam cenderung
menghambat koks-2 lebih dari koks-1 tetapi penghambatan KOKS-1 pada dosis
terapi tetap nyata.
l.
Celecoxib
a) Celecoxib
digunakan pada osteoarthritis, rheumatoid arthritis, nyeri akut, nyeri haid,
dan gejala menstruasi, dan untuk menurunkan jumlah kejadian poli rectal dan
colon pada pasien dengan familial adenomatous polyposis.Indikasi utama
penggunaan celecoxib adalah untuk mengatasi nyeri jangka panjang yang reguler.
Efeknya sama kuat dengan parasetamol.
b) Celecoxib
sangat selektif terhadap COX-2 dan terutama menghambat produksi prostaglandin
dengan mengeblok isoform COX ini. Celecoxib tujuh kali lebih selektif pada
COX-2 dibanding COX-1.
c) Reaksi
alergi pada sulfonamide dan AINS lain diakibatkan adanya cincin sulfonamide.
Perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan riwayat asma dan urtikaria.
Penggunaan semua COX-2 selective inhibitor dapat meningkatkan risiko gangguan
pada sistem kardiovaskuler dan GIT. Meningkatkan risiko berkembangnya penyakit
jantung pada pemakaian 400 mg atau lebih per hari.
d) Penggunaan
ini perlu diperhatikan pada pasien dengan retensi cairan, hipertensi, gagal
jantung, asma karena snsitif aspirin, disfungsi hepar, gangguan fungsi ginjal,
pasien dengan diuretic, pasien dengan ACE inhibitor, usia lanjut, hamil, dan
laktasi.
e) Efek
samping celecoxib pada GIT berupa nyeri abdomen, diare, dyspepsia, flatulens,
ulcus GI, dan perdarahan. Celecoxib juga mengakibatkan nausea, nyeri pinggang,
edema perifer, dizziness, nyeri kepala, insomnia, faringitis, rhinitis, sinusitis,
skin rash, hipertensi eksaserbasi, dan angina pectoris.
f) Interaksi
terjadi pada penggunaan bersama ACE inhibitor, furosemide, tiazid, aspirin,
fluconazole, lithium, dan warfarin.
m.
Nimesulide
Indikasi penggunaan
pada osteoarthritis, penyakit rheumatoid ekstra-artikular, nyeri dan inflamasi
pascabedah dan setelah trauma akut dan dysmenorrheal. Kontraindikasi pada tukak
peptic, insufisiensi hepar sedang sampai berat, disfungsi ginjal berat, riwayat
hipersensitivitas, riwayat perdarahan dan ulkusGI, gangguan koagulasi yang
berat, trimester ketiga gravida, laktasi, dan anak-anak. Dengan abnormalitas
pada tes faal hepar dan/atau tes fungsi ginjal, nimesulide sebaiknya segera
dihentikan. Efek samping berupa rash, urtikaria, pruritus, eritema, angioedema,
nausea, nyeri lambung, nyeri abdomen, diare, konstipasi, somnolens, nyeri
kepala, dizziness, vertigo, oligouria, edema, isolated hematuria, gagal ginjal,
reaksi anafilaksis, dyspnea, asma. Terjadi interaksi dengan obat-obat yang
terikat dengan protein, AINS lain, heparin, ticlopidine, litium, dosis tinggi
metroxat, diuretic, pentoksifilin, antihipertensi, dan trombolitik
C.
Efek
Samping Analgetik
1.
Efek samping yang ringan yaitu
mengantuk
2.
Iritasi lambung, khususnya untuk golongan
Para-Amino-Salisilat (Asetosal & Asam Salisilat)
3.
Penurunan daya reflek pada syaraf,
jika pemakaian jangka lama
4.
Efek ketergantungan terjadi hanya pada Analgesik
Narkotik (co: Morphin)
5.
Kerusakan hati dapat terjadi pada
Paracetamol jika digunakan dalam jangka lama
6.
Kerusakan ginjal dapat terjadi jika
pemakaian Analgesik dalam jangka lama & terus menerus
7.
Kerusakan dapat terjadi pada
reseptor penerima analgesik jika pemakaian berlebihan
D.
Dampak
Analgetik pada Kehamilan
Penggunaan obat
Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan.
Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat
pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta
sampai masuk ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi
hampir sama dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan
membahayakan bayi.
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Secara umum pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-fase berikut :
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Secara umum pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-fase berikut :
1.
Fase
Implantasi yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada
fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika
terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya
kehamilan (abortus).
2.
Fase
Embrional atau Organogenesis, yaitu pada umur
kehamilan antara 4-8 minggu. Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan
untuk pembentukan organ-organ tubuh, sehingga merupakan fase yang paling peka
untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Selama
embriogenesis kerusakan bergantung pada saat kerusakan terjadi, karena selama
waktu itu organ-organ dibentuk dan blastula mengalami deferensiasi pada waktu
yang berbeda-beda. Jika blastula yang dipengaruhi masih belum berdeferensiasi
dan kerusakan tidak letal maka terdapat kemungkinan untuk restitutio integrum.
Sebaliknya jika bahan yang merugikan mencapai blastula yang sedang dalam fase
deferensiasi maka terjadi cacat (pembentukan salah).
Berbagai pengaruh buruk yang
terjadi pada fase ini antara lain :
a. Gangguan
fungsional atau metabolic yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian jadi
tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan.
b. Pengaruh
letal berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
c. Pengaruh
sub-letal, tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik
(struktur) pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik. Kata teratogenik sendiri
berasal dari bahasa yunani yang berarti monster.
3.
Fase
Fetal yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam
fase ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh
buruk senyawa asing bagi janin dalam fase ini dapat berupa gangguan pertumbuhan
baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ.
E.
Studi
Kasus Penggunaan Analgetik dan Antipiretik
1.
Penggunaan
Analgetik dan Antipiretik pada Ibu Hamil
Seorang ibu Ny. R, umur 27 tahun G1
P0 A0, Umur Kehamilan 38 minggu. Ibu mengatakan sering merasakan nyeri pada
panggul.
Pembahasan :
Keluhan nyeri selama masa kehamilan
umum di jumpai. Hal ini berkaitan dengan masalah fisiologis dari si ibu karena
adanya tarikan otot-otot dan sendi karena kehamilan maupun sebab-sebab yang lain.
Untuk nyeri yang tidak berkaitan dengan proses radang, pemberian obat pengurang
nyeri biasanya dilakukan dalam jangka waktu relatife pendek. Untuk nyeri yang
berkaitan dengan proses radang, umumnya diperlukan pengobatan dalam waktu
tertentu. Penilaian yang seksama terhadap pereda nyeri perlu dilakukan agar
dapat ditentukan pilihan jenis obat yang paling tepat.
Pemakaian NSAID (Non Steroid Anti Infamantory Drug) sebaiknya dihindari pada TM III. Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini adalah diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac, asam mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic mempunyai mekanisme lazim untuk menghambat sintesis prostaglandin yang terlibat dalam induksi proses melahirkan.
Pemakaian NSAID (Non Steroid Anti Infamantory Drug) sebaiknya dihindari pada TM III. Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini adalah diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac, asam mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic mempunyai mekanisme lazim untuk menghambat sintesis prostaglandin yang terlibat dalam induksi proses melahirkan.
2.
Penggunaan
Analgetik dan Antipiretik pada Anak
Seorang Anak A berusia 8 tahun,
datang dengan keluhan demam.
a. Pembahasan
:
Demam pada anak merupakan keluhan tersering yang
membuat orangtua khawatir dan membawa anaknya ke dokter atau petugas
kesehatan. Banyak orang tua yang memberikan
obat antipiretik (penurun panas) meskipun anak hanya menderita sedikit demam
atau bahkan tidak sama sekali, karena orangtua merasa khawatir dan selalu menganggap bahwa anak harus tetap dalam
suhu normal. Demam, bagaimanapun
bukanlah suatu penyakit primer tetapi merupakan sebuah mekanisme fisiologis yang berguna untuk menangani
suatu infeksi. Sampai saat ini tidak ada bukti bahwa demam dapat memperburuk
perjalanan suatu penyakit atau menyebabkan komplikasi neurologis jangka
panjang. Sehingga tujuan utama penanganan
demam pada anak adalah untuk meningkatkan kenyamanan anak secara keseluruhan daripada terfokus pada
menormalkan suhu tubuh anak.
Yang paling penting diterangkan
kepada orangtua adalahuntuk memperhatikan kondisi umum anak secara
keseluruhan, pengawasan tanda bahaya seperti
anak demam tinggi (>39C), anak gelisah atau rewel, malas minum, kaki teraba
dingin, penurunan kesadaran dan kejang. Orangtua juga harus menyadari pentingnya peningkatan pemberian cairan pada
anak serta penggunaan obat antipiretik secara rasional.
b.
Pemberian antipiretik :
Bukti penelitian saat ini
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan substansial dalam keamanan dan
efektivitas antara acetaminophen dan ibuprofen. Dokter tetap harus menjelaskan
kapan perlunya penggunaan antipiretik pada anak.
1)
Parasetamol
Pemberian parasetamol dibatasi
pada anak umur LEBIH dari 2 bulan yang menderita demam
tinggi >39C dan gelisah atau rewel karena demam tinggi tersebut.
Dosis parasetamol 10 mg/kgBB per 6 jam
2)
Obat lainnya :
Aspirin tidak direkomendasikan sebagai antipiretik
pilihan pertama karena dikaitkan dengan
sindrom Reye, suatu kondisi yang jarang terjadi namun serius yang menyerang hati dan otak. Hindari
memberi aspirin pada anak yang menderita cacar air, demam dengue, dan
kelainan hemoragik lainnya. Obat lainnya tidak
direkomendasikan karena sifat toksiknya dan tidak efektif (dipiron,fenilbitazon)
c.
Perawatan penunjang :
Anak dengan demam sebaiknya
berpakaian tipis, dijaga tetap hangat namun ditempatkan pada ruangan dengan
ventilasi baik dan dibujuk untuk banyak minum. Kompres air hangat hanya
menurunkan suhu badan selama pemberian kompres.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Penggunaan obat
Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan.
Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat
pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta
sampai masuk ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi
hampir sama dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan
membahayakan bayi.
B.
Saran
1.
Diharapkan penggunaan obat analgetik
pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan
2.
Penggunaan obat yang berlebihan dapat
membahayakan, di anjurkan memenuhi resep dokter
3.
Penyalahgunaan obat-obat analgetika
narkotik oleh ibu hamil dapat menyebabkan ketergantungan pada janin dalam
kandungan
DAFTAR
PUSTAKA
Nugroho, Agung Endro. 2012. Farmakologi Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Tjay, T.H., K.
Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting
Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan
Pertama. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Widodo, Samekto dan Abdul Gofir. 2001. Farmakoterapi
dalam Neurologi. Jakarta : Salemba Medika
http://www.scribd.com/doc/76650355/1/Latar-Belakang
diunduh pada tanggal 20 Oktober 2012
http://www.scribd.com/doc/59996541/TUGAS-FARMAKOLOGI-ANTIRETIK
diunduh pada tanggal 20 Oktober 2012
http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/nsaid.htm
diunduh pada tanggal 21 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar