Kehamilan Ektopik Terganggu
Ni K. Octarini Maya Sari
Tujuan Intruksional Umum
Memahami penanganan kehamilan ektopik terganggu
Tujuan Intruksional Khusus
1.
Mengetahui dan menangani penyebab
kehamilan ektopik terganggu
2.
Mengetahui dan memahami
patofisiologi kehamilan ektopik terganggu
3.
Mengenali gejala dan tanda kehamilan
ektopik terganggu
4.
Mengetahui dan menangani bahaya dan
komplikasi kehamilan ektopik terganggu
5.
Mengetahui dan memahi cara
penanganan kehamilan ektopik terganggu
Pengertian
Ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada
di luar tempat yang semestinya”.
Kehamilan
ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus,
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun, frekwensi kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi atau
diberikan penanganan secara tepat dan benar akan membahayakan bagi sipenderita1.
Istilah
kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih
juga dipakai,oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang
berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal1.
Kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi
bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum
uterik. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik terganggu
karna kehamilan pada pars interstisialis tubah dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. Apabila pada
kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya
bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik
terganggu1.
Etiologi
Kehamilan
ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur
(ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang diperkirakan
sebagai penyebabnya adalah:
1. Infeksi saluran telur (salpingitis),
dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur.
2. Riwayat operasi tuba.
3. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba
sangat panjang.
4. Kehamilan ektopik sebelumnya.
5. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
6. Kelainan zigot, yaitu kelainan
kromosom.
7. Bekas radang pada tuba; disini
radang menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun
fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat.
8. Operasi plastik pada tuba.
9. Abortus buatan(2,3).
Patofisiologi
Prinsip
patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi
dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam
tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu.
Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
1. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas
dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga
abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang
keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak
karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke
dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
4. Ruptur dinding tuba sering terjadi
bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda.
5. Ruptur dapat terjadi secara spontan
atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi
perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan
syok dan kematian2.
Kemungkinan-kemungkinan
yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah:
1) hasil konsepsi mati dini dan
diresorbsi,
2) abortus ke dalam lumen tuba, dan
3) ruptur dinding tuba.
Abortus
ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,
sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada
abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka
perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi
sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan
(hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga
abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan
pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari
arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah
kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan
kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan.
Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae,
ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan
maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila
setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput
amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di
rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan
ligamen6.
Manifestasi Klinik
Gejala dan
tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan yang
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak
jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada
lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya
kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum
hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu2.
Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik
terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak
dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang
samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya2.
Kehamilan ektopik dapat juga ditandai dengan Amenore;
gejala kehamilan muda; Nyeri perut bagian bawah, pada ruptur tuba nyeri terjadi
tiba-tiba dan hebat, menyebabkan penderita pingsan sampai syok, pada abortus
tuba nyeri mula-mula pada satu sisi menjalar ke tempat lain, bila darah sampai
ke diafragma bisa menyebabkan nyeri bahu, bila terjadi hematokel retrouterina
terdapat nyeri defekasi; perdarahan pervaginam berwarna coklat tua3.
Diagnosis
Walaupun
diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain
dengan melihat :
1. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan
tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada
nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada
banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
a. Didapatkan rahim yang juga membesar,
adanya tumor di daerah adneksa.
b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik,
yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut,
yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
c. Pemeriksaan ginekologis
3. Pemeriksaan dalam: seviks teraba
lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine
B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat
meningkat.
b. USG : - Tidak ada kantung kehamilan
dalam kavum uteri
c. Adanya kantung kehamilan di luar
kavum uteri
d. Adanya massa komplek di rongga
panggul
5. Kuldosentesis : suatu cara
pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah.
6. Diagnosis pasti hanya ditegakkan
dengan laparotomi.
7. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10%
kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus(3,4).
Penanganan
Penanganan
kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan
selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi
sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam
rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa
hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu,
keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil
ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba
yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG
(kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih
adanya jaringan ektopik yang belum terangkat2.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan
transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga
antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan
sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah
sakit2.
a. Penatalaksanaan medis
Pada penatalaksanaan
medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan sel hasil
konsepsi. Tindakan konservativ medik dilakukan dengan pemberian methotrexate.
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien
dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel
trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Terapi
methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk
kehamilan ektopik yang belum terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki
syarat-syarat berikut ini: 1) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada
tanda robekan dari tuba, 2) tidak ada aktivitas jantung janin, 3) diagnosis
ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, 4) diameter massa ektopik < 3,5 cm,
5) kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml, 6)
b. Penatalaksaan
bedah
Penatalaksanaan
bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum
terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik
terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin, seperti Salpingostomi
dan Salpingotomi
Komplikasi
Komplikasi
yang dapat terjadi yaitu :
a.
Pada
pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama
berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi
operasi.
b.
Infeksi
c.
Sterilitas
d.
Pecahnya
tuba falopii
e.
Komplikasi
juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio
Prognosis
Kematian
karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan
persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari
826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan
terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970)
mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan
yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu,
kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan
jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar
antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50% (1,5).
Daftar Pustaka
1.
Wiknjosastro,
H ; Saifuddin, A.B ; Rachimhadhi, T. Ilmu
Kandungan. Edisi kedua. Cetaka Keempat. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2008 : 250-255
2.
Nugroho,
Taufan. Buku Ajar Obstetri untuk
Mahasiswa Kebidanan. Cetakan Pertama. Nuha Medika. Yogyakarta. 2010 : 55-60
3.
Mansjoer,
Arif. Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid 1. Edisi 3. Cetakan Pertama. Media Aesculapius. Jakarta. 2000 : 267-270
4.
Budi.
Anthonius. Kehamilan Ektopik. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2001 : 57-64
5.
Mochtar, Rustam. Sinopsis
Obstetri. Jilid 1. EGC, Jakarta. 2000 : 226-235
6.
Rachimhadhi T. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar