Berbagi ilmu dan pengetahuan yang kita miliki, bisa kasih komentar atau masukan disini :)

Kamis, 18 April 2013

Penggunaan Analgetik Antipiretik pada Kehamilan

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi Analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.

Analgetik banyak digunakan adalah kortikosteroid analgetika, antiradang atau Non- Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs). Obat analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi sakit kepala, demam dan nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya macam obat analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgetika. (Medicastore,2008)

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penggolongan obat analgetik NSAID dan AID ?
2.      Bagaimana efek samping analgetik ?
3.      Bagaimana dampak penggunaan analgetik pada kehamilan ?
4.      Berikan contoh studi kasus penggunaan analgetik dan antipiretik pada anak dan ibu hamil ?


C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui penggolongan obat analgetik NSAID dan AID.
2.      Untuki mengetahui efek samping analgetik.
3.      Untuk mengetahui dampak penggunaan analgetik pada kehamilan.
4.      Untuk mengetahui penggunaan analgetik dan antipiretik pada anak dan ibu hamil.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.      Pengertian Analgetik dan Antipiretik
Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri.
Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh atau obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda adanya gangguan-gangguan ditubuh seperti peradangan infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara). Ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari temat ini rangsang dialirkan melalui syaraf sensoris ke S-S-P (Susunan Syaraf Pusat), melalui sumsum tulang belakang ke talakus (optikus) kemudian kepusat nyeri dalam otak besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri.

B.       Penggolongan Analgetik NSAID
1.         Pengertian NSAID
Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika.

2.         Cara Kerja NSAID
Nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs) menghambat enzim siklooksigenase dalam tubuh kita, enzim tersebut berfungsi memproduksi prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan munculnya rasa nyeri karena mengiritasi ujung saraf perasa. Prostaglandin juga bagian dari pengatur suhu tubuh. Golongan NSAID dapat mengurangi nyeri dengan turunnya kadar prostaglandin. Efek lain akibat turunnya prostaglandin adalah berkurangnya peradangan, pembengkakan, dan turunnya demam serta mencegah pembekuan darah.

3.         Efek Samping Penggunaan NSAID
Semua jenis obat termasuk NSAID  memiliki efek samping, namun tidak semua efek samping dapat muncul. Efek  yang sering terjadi yaitu : pusing, sakit kepala, mual, diare, perut kembung, sulit buang air besar, kelemahan otot, mulut kering.
Efek samping serius juga pernah dilaporkan akibat penggunaan NSAID yaitu :
a.         Reaksi alergi seperti kesulitan bernafas, biduran, pembengkakan bibir, lidah dan wajah.
b.        Kram otot, rasa baal.
c.         Peningkatan berat badan yang cepat.
d.        Perdarahan saluran cerna.
e.         Nyeri ulu hati.
f.         Gangguan pendengaran.
g.        Telinga berdengung.
h.        Kram perut
i.          Gangguan pencernaan
j.          Gangguan tidur
k.        Mudah memar atau berdarah

4.         Golongan NSAID
a.    Salisilat (Aspirin)
Lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesic antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis.
1)    Farmakodinamik
·      Dosis toksik obat memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis. Untuk memperoleh efek anti inflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300 μg/ml. Kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4 gram per hari untuk orang dewasa.
·      Efek terhadap pernapasan. Pada dosis terapi salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peninggian P CO2 akan merangsang pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli bertambah dan PCO2 dalam plasma turun. Meningkatnya ventilasi ini pada awalnya ditandai dengan pernapasan yang lebih dalam sedangkan frekuensi hanya sedikit bertambah. Salisilat yang mencapai medula, merangsang langsung pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi dengan pernapasan yang dalam dan cepat. Pada keadaan intoksikasi, berlanjut menjadi alkalosis respiratoar.
·      Efek terhadap keseimbangan asam basa. Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan produksi CO2 terutama di otot rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif. Karbondioksida yang dihasilkan mengakibatkan perangsangan pernapasan sehingga karbondioksida dalam darah tidak meningkat.ekskresi bikarbonat yang disertai Na+ dan K+ melalui ginjal meningkat, sehingga bikarbonat dalam plasma menurun dan pH darah kembali normal.
·      Efek urikosurik. Dosis kecil (1 g atau 2 g sehari) menghambat ekskresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya tidak mengubah ekskresi asam urat. Pada dosis lebih dari 5 g per hari terjadi peningkatan ekskresi asam urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi karena pada dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi salisilat menghambat reasorbsinya dengan hasil akhir peningkatan ekskresi asam urat.
·      Efek terhadap darah. Pada orang sehat, aspirin menyebabkan perpanjangan masa perdarahan. Hal ini bukan karena hipoprotrombinemia, tetapi karena asetilasi siklooksigenase trombosit sehingga pembentukan TXA2 terhambat. Aspirin tidak boleh diberikan pada pasien dengan kerusakan hati berat, hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin K dan hemofilia, sebab dapat menimbulkan perdarahan.
2)    Farmakokinetik
·      Pada pemberian oral, sebagian salisilat diasorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Asam salisilat diabsorpsi cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai sebagai obat gosok atau salep. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit yang luas.
·      Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan traseluler sehingga ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu. Mudah menembus sawar darah otak dan sawar darah uri. Kira-kira 80% sampai 90% salisilat plasma terikat dalam albummin. Aspirin diserap dalm bentuk utuh, dihidrolisis  menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma.

b.   Salisilamid
Salisilamid merupakan amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesic dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat.
1)   Farmakodinamik
Dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke jaringan. Obat ini menghambat glukoronidasi obat analgesik lain.


c.    Para Amino Fenol
Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
1)    Farmakodinamik
Efek obat ini adalah menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah.
2)    Farmakokinetik
Diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-33 jam. Dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Metabolit hasil hidroksil dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Diekskresi melalui ginjal.
3)    Efek samping
Fanasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.

d.   Pirazolon dan derivat
Antipirin (fenazon) adalah 5-okso-1-fenil-2, 3-dimetilpirazolidin. Aminopirin (amidopirin) adalah derivat 4-dimetilamino dari antipirin. Dipiron adalah derivat metansulfonat dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat diberikan secara suntikan.
a)    Indikasi
Dipiron sebagai analgesik-antipiretik karena efek anti inflamasinya lemah.
b)    Efek samping dan intoksikasi
Dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia.

e.    Asam Mefenamat dan Meklofenamat
Asam mefenamat sebagai analgesik dan terikat sangat kuat pada protein plasma. Meklofenamat sebagai obat anti inflamasi pada terapi artritis reumatoid dan osteoartritis.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizxNGK03Ho1UpA6EQ4QRFLo5O_q1U_BLMiZJuR1mB1H-JqECmEVNvHY5sEZf9d74KGwz4A9862YUT4KoafLRaxV8jdnmwT2X2u25b3-uhY4gutIS5DYQnzdfDTHNNevExFUYQPdF83A7M/s1600/asam-mefenamat.jpg


f.     Diklofenak
Absorpsi obat ini melaui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolisme lintas pertama sebesar 40-50%. Walau waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, obat ini diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.
Terdapat dua jenis obat yang termasuk dalam golongan diklofenak, yaitu Na diklofenak dan K diklofenak. Perbedaan dari keduanya adalah garam kalium yang ada di obat diklofenak lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan garam natrium. Sehingga kalium diklofenak dapat diabsorpsi lebih cepat dibandingkan dengan natrium diklofenak. Pada keadaan yang akut dan nyeri yang agak berat, lebih baik menggunakan kalium diklofenak dibandingkan dengan natrium diklofenak.
 

                                            
g.    Fenbufen
Fenbufen merupakan pro_drug, jadi fenbufen bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam-4-bifeil-asetat. Zat ini mempunyai waktu paruh 10 jam sehingga cukup diberikan ½ kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung baik, dan kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam 7,5 jam.


h.    Ibuprofen
Bersifat analgesik dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat. Absorpsi cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Ekskresi berlangsung cepat dan lengkap.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE4P-H8yzgb6JzslDc95zJDHVoLemjLDb8pILnrgKk6HTn0JeZHLnGa-v9Vyqz0-vgHpavodpBleyocQSf4hBLNnmx2zUpz5fTdWnqhxZqATD67A5yhiPOuWEhvcx8g5s1zvOJtq7s-4g/s1600/ibuprofen200mg16.jpg

i.      Naproksen
Insiden efek samping obat lebih rendah dibandingkan derivat asam propionat lain. Absorpsi obat baik melaui lambung dan kadar puncak plasma dicapai dalam 2-4 jam. Waktu paruh 14 jam. Tidak terdapat korelasi antara efektivitas dan kadar plasma. Ekskresi terutama dalam urin.
 

j.     Indometasin
Memiliki efek antiinflamasi dan analgesik-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin. Indometasin memiiki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro, menghambat enzim siklooksigenasi. Metabolisme terjadi di hati. Indometasin diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit melalui urin dan empedu. Waktu paruh plasma kira-kira 2-4 jam.

k.   Piroksikam dan Meloksikam
Peroksikam adalah struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Obat ini menjalani siklus enterohepatik. Kadar taraf mantap dicapai sekitar 7-10 hari dan kadar dalam plasma kira-kira sama dengan kadar di cairan sinovia.Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna.
Melosikam cenderung menghambat koks-2 lebih dari koks-1 tetapi penghambatan KOKS-1 pada dosis terapi tetap nyata.
 


l.      Celecoxib
a)    Celecoxib digunakan pada osteoarthritis, rheumatoid arthritis, nyeri akut, nyeri haid, dan gejala menstruasi, dan untuk menurunkan jumlah kejadian poli rectal dan colon pada pasien dengan familial adenomatous polyposis.Indikasi utama penggunaan celecoxib adalah untuk mengatasi nyeri jangka panjang yang reguler. Efeknya sama kuat dengan parasetamol.
b)    Celecoxib  sangat selektif terhadap COX-2 dan terutama menghambat produksi prostaglandin dengan mengeblok isoform COX ini. Celecoxib tujuh kali lebih selektif pada COX-2 dibanding COX-1.
c)    Reaksi alergi pada sulfonamide dan AINS lain diakibatkan adanya cincin sulfonamide. Perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan riwayat asma dan urtikaria. Penggunaan semua COX-2 selective inhibitor dapat meningkatkan risiko gangguan pada sistem kardiovaskuler dan GIT. Meningkatkan risiko berkembangnya penyakit jantung pada pemakaian 400 mg atau lebih per hari.
d)   Penggunaan ini perlu diperhatikan pada pasien dengan retensi cairan, hipertensi, gagal jantung, asma karena snsitif aspirin, disfungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, pasien dengan diuretic, pasien dengan ACE inhibitor, usia lanjut, hamil, dan laktasi.
e)    Efek samping celecoxib pada GIT berupa nyeri abdomen, diare, dyspepsia, flatulens, ulcus GI, dan perdarahan. Celecoxib juga mengakibatkan nausea, nyeri pinggang, edema perifer, dizziness, nyeri kepala, insomnia, faringitis, rhinitis, sinusitis, skin rash, hipertensi eksaserbasi, dan angina pectoris.
f)     Interaksi terjadi pada penggunaan bersama ACE inhibitor, furosemide, tiazid, aspirin, fluconazole, lithium, dan warfarin.

m. Nimesulide
Indikasi penggunaan pada osteoarthritis, penyakit rheumatoid ekstra-artikular, nyeri dan inflamasi pascabedah dan setelah trauma akut dan dysmenorrheal. Kontraindikasi pada tukak peptic, insufisiensi hepar sedang sampai berat, disfungsi ginjal berat, riwayat hipersensitivitas, riwayat perdarahan dan ulkusGI, gangguan koagulasi yang berat, trimester ketiga gravida, laktasi, dan anak-anak. Dengan abnormalitas pada tes faal hepar dan/atau tes fungsi ginjal, nimesulide sebaiknya segera dihentikan. Efek samping berupa rash, urtikaria, pruritus, eritema, angioedema, nausea, nyeri lambung, nyeri abdomen, diare, konstipasi, somnolens, nyeri kepala, dizziness, vertigo, oligouria, edema, isolated hematuria, gagal ginjal, reaksi anafilaksis, dyspnea, asma. Terjadi interaksi dengan obat-obat yang terikat dengan protein, AINS lain, heparin, ticlopidine, litium, dosis tinggi metroxat, diuretic, pentoksifilin, antihipertensi, dan trombolitik
C.      Efek Samping Analgetik
1.    Efek samping yang ringan yaitu mengantuk
2.     Iritasi lambung, khususnya untuk golongan Para-Amino-Salisilat (Asetosal & Asam Salisilat)
3.    Penurunan daya reflek pada syaraf, jika pemakaian jangka lama
4.     Efek ketergantungan terjadi hanya pada Analgesik Narkotik (co: Morphin)
5.    Kerusakan hati dapat terjadi pada Paracetamol jika digunakan dalam jangka lama
6.    Kerusakan ginjal dapat terjadi jika pemakaian Analgesik dalam jangka lama & terus menerus
7.    Kerusakan dapat terjadi pada reseptor penerima analgesik jika pemakaian berlebihan

D.      Dampak Analgetik pada Kehamilan
Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan bayi.
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Secara umum pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-fase berikut :
1.    Fase Implantasi yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
2.    Fase Embrional atau Organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk pembentukan organ-organ tubuh, sehingga merupakan fase yang paling peka untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Selama embriogenesis kerusakan bergantung pada saat kerusakan terjadi, karena selama waktu itu organ-organ dibentuk dan blastula mengalami deferensiasi pada waktu yang berbeda-beda. Jika blastula yang dipengaruhi masih belum berdeferensiasi dan kerusakan tidak letal maka terdapat kemungkinan untuk restitutio integrum. Sebaliknya jika bahan yang merugikan mencapai blastula yang sedang dalam fase deferensiasi maka terjadi cacat (pembentukan salah).
Berbagai pengaruh buruk yang terjadi pada fase ini antara lain :
a.    Gangguan fungsional atau metabolic yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan.
b.    Pengaruh letal berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
c.    Pengaruh sub-letal, tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik (struktur) pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik. Kata teratogenik sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti monster.
3.    Fase Fetal yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing bagi janin dalam fase ini dapat berupa gangguan pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ.
E.       Studi Kasus Penggunaan Analgetik dan Antipiretik
1.    Penggunaan Analgetik dan Antipiretik pada Ibu Hamil
Seorang ibu Ny. R, umur 27 tahun G1 P0 A0, Umur Kehamilan 38 minggu. Ibu mengatakan sering merasakan nyeri pada panggul.
Pembahasan :
Keluhan nyeri selama masa kehamilan umum di jumpai. Hal ini berkaitan dengan masalah fisiologis dari si ibu karena adanya tarikan otot-otot dan sendi karena kehamilan maupun sebab-sebab yang lain. Untuk nyeri yang tidak berkaitan dengan proses radang, pemberian obat pengurang nyeri biasanya dilakukan dalam jangka waktu relatife pendek. Untuk nyeri yang berkaitan dengan proses radang, umumnya diperlukan pengobatan dalam waktu tertentu. Penilaian yang seksama terhadap pereda nyeri perlu dilakukan agar dapat ditentukan pilihan jenis obat yang paling tepat.
Pemakaian NSAID (Non Steroid Anti Infamantory Drug) sebaiknya dihindari pada TM III. Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini adalah diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac, asam mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic mempunyai mekanisme lazim untuk menghambat sintesis prostaglandin yang terlibat dalam induksi proses melahirkan.

2.    Penggunaan Analgetik dan Antipiretik pada Anak
Seorang Anak A berusia 8 tahun, datang dengan keluhan demam.
a.    Pembahasan :
Demam pada anak merupakan keluhan tersering yang membuat orangtua khawatir dan membawa anaknya ke dokter atau petugas kesehatan. Banyak orang tua yang memberikan obat antipiretik (penurun panas) meskipun anak hanya menderita sedikit demam atau bahkan tidak sama sekali, karena orangtua merasa khawatir dan selalu menganggap bahwa anak harus tetap dalam suhu normal. Demam, bagaimanapun bukanlah suatu penyakit primer tetapi merupakan sebuah mekanisme fisiologis yang berguna untuk menangani suatu infeksi. Sampai saat ini tidak ada bukti bahwa demam dapat memperburuk perjalanan suatu penyakit atau menyebabkan komplikasi neurologis jangka panjang. Sehingga tujuan utama penanganan demam pada anak adalah untuk meningkatkan kenyamanan anak secara keseluruhan daripada terfokus pada menormalkan suhu tubuh anak.
Yang paling penting diterangkan kepada orangtua adalahuntuk  memperhatikan kondisi umum anak secara keseluruhan, pengawasan tanda bahaya seperti anak demam tinggi (>39C), anak gelisah atau rewel, malas minum, kaki teraba dingin, penurunan kesadaran dan kejang. Orangtua juga harus menyadari pentingnya peningkatan pemberian cairan pada anak serta penggunaan obat antipiretik secara rasional.
b.    Pemberian antipiretik : 
Bukti penelitian saat ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan substansial dalam keamanan dan efektivitas antara acetaminophen dan ibuprofen. Dokter tetap harus menjelaskan kapan perlunya penggunaan antipiretik  pada anak.
1)   Parasetamol
Pemberian parasetamol dibatasi pada anak umur LEBIH dari 2 bulan yang menderita demam tinggi >39C dan gelisah atau rewel karena demam tinggi tersebut. Dosis parasetamol 10 mg/kgBB per 6 jam
2)   Obat lainnya :
Aspirin tidak direkomendasikan sebagai antipiretik pilihan pertama karena dikaitkan dengan sindrom Reye, suatu kondisi yang jarang terjadi namun serius yang menyerang hati dan otak. Hindari memberi aspirin pada anak yang menderita cacar air, demam dengue, dan kelainan hemoragik lainnya. Obat lainnya tidak direkomendasikan karena sifat toksiknya dan tidak efektif (dipiron,fenilbitazon)
c.    Perawatan penunjang :
Anak dengan demam sebaiknya berpakaian tipis, dijaga tetap hangat namun ditempatkan pada ruangan dengan ventilasi baik dan dibujuk untuk banyak minum. Kompres air hangat hanya menurunkan suhu badan selama pemberian kompres.
                                                                             


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan bayi.

B.       Saran
1.         Diharapkan penggunaan obat analgetik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan
2.         Penggunaan obat yang berlebihan dapat membahayakan, di anjurkan memenuhi resep dokter
3.         Penyalahgunaan obat-obat analgetika narkotik oleh ibu hamil dapat menyebabkan ketergantungan pada janin dalam kandungan




DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Agung Endro. 2012. Farmakologi Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Tjay, T.H., K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Widodo, Samekto dan Abdul Gofir. 2001. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Salemba Medika
http://www.scribd.com/doc/76650355/1/Latar-Belakang diunduh pada tanggal 20 Oktober 2012
http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/nsaid.htm  diunduh pada tanggal 21 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar