BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insiden asma dalam
kehamilan adalah sekitar 0,5-1 % dari seluruh kehamilan. Serangan asma biasanya
timbul pada usia kehamilan 24-36 minggu, jarang pada akhir kehamilan. Frekuensi
dan beratnya serangan akan mempengaruhi hipoksia pada ibu dan janin. Penegakan
diagnosis serupa dengan asma diluar kehamilan.
Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran
nafas yang sering dijumpai pada kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4%
wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi.
Turner et al dalam suatu penelitian yang melibatkan 1054 wanita hamil yang
menderita asma menemukan bahwa 29% kasus membaik dengan terjadinya kehamilan,
49% kasus tetap seperti sebelum terjadinya kehamilan, dan 22% kasus memburuk
dengan bertambahnya umur kehamilan. Sekitar 60% wanita hamil yang mendapat
serangan asma dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik. Sekitar 10% akan
mengalami eksaserbasi pada persalinan. Mabie dkk (1992) melaporkan peningkatan
18 kali lipat resiko eksaserbasi pada persalinan dengan seksio sesarea
dibandingkan dengan pervaginam.
Asma bronkiale merupakan penyakit yang ditandai dengan
meningkatnya kepekaan saluran trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan. Pada
serangan asma terjadi bronkospasme, pembengkakan mukosa dan peningkatan sekresi
saluran nafas, yang dapat hilang secara spontan atau dengan pengobatan. Gejala
klinik yang klasik berupa batuk, sesak nafas, dan mengi (wheezing), serta bisa
juga disertai nyeri dada. Serangan asma umumnya berlangsung singkat dan akan
berakhir dalam beberapa menit sampai jam, dan setelah itu penderita kelihatan
sembuh secara klinis. Pada sebagian kecil kasus terjadi keadaan yang berat,
yang mana penderita tidak memberikan respon terhadap terapi (obat agonis beta
dan teofilin), hal ini disebut status asmatikus.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma
pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seorang penderita asma
serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya.
Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu,
dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan
beratnya serangan asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan
hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan memberikan pengaruh buruk pada
janin, berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin yang tidak sesuai
dengan umur kehamilan.
Angka kesakitan dan kematian perinatal tergantung dari
tingkat penanganan asma. Gordon et al menemukan bahwa angka kematian perinatal
meningkat 2 kali lipat pada kehamilan dengan asma dibandingkan kontrol, akan
tetapi dengan penanganan penderita dengan baik, angka kesakitan dan kematian
perinatal dapat ditekan mendekati angka populasi normal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perubahan
sistem pernafasan pada ibu hamil ?
2.
Bagaimana pengaruh
asma terhadap kehamilan ?
3.
Bagaimana
penatalaksanaan asma terhadap ibu hamil ?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui perubahan sistem pernafasan pada ibu
hamil
2. Untuk mengetahui pengaruh asma terhadap kehamilan
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan asma terhadap
kehamilan
BAB II
TINJAUAN TEORI
I.
Sistem
Pernafasan Ibu hamil
A.
Pengertian Sistem Pernafasan
Pengertian pernafasan atau
respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida
hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia dalam bernapas menghirup
oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.
Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan
paru- paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya.
Perubahan sistem respirasi pada masa
kehamilan diperlukan untuk pertumbuhan janin dan kebutuhan oksigen maternal.
Perubahan sistem respirasi meliputi perubahan kebutuhan oksigen, dyspnea (sesak nafas) dan peningkatan volume
tidal.
Selama kehamilan
terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan disebabkan oleh perubahan
hormonal dan faktor mekanik. Pengaruh hormonal (peningkatan kadar estrogen)
menyebabkan ligamen pada kerangka iga berelaksasi sehingga ekspansi rongga dada
meningkat. Sedangkan perubahan mekanis meliputi elevasi posisi istirahat
diafragma kurang lebih 4 cm, peningkatan 2 cm tranversal saat sudut subkostal
dan iga bawah melebar, serta lingkar toraks melingkar kurang lebih 6 cm. Semua
perubahan ini disebabkan oleh pembesaran uterus akibat tekanan keatas.
Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi peningkatan kebutuhan
metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan uterus. Adanya
perubahan-perubahan ini juga menyebabkan perubahan pola pernapasan dari pernapasan
abdominal menjadi torakal yang juga memberikan pengaruh untuk memenuhi
peningkatan konsumsi oksigen maternal selama kehamilan. Perubahan hormonal pembesaran mukosa saluran respirasi.
Pernafasan melalui hidung akan semakin sulit, sehingga wanita hamil cenderung
bernafas dengan mulut, terutama pada malam hari. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya xerostomia. Insidensi xerostomia pada wanita hamil adalah sekitar
44%. Xerostomia ini akan meningkatkan frekuensi karies gigi. Selain itu,
peningkatan progesteron menyebabkan hiperventilasi. Hiperventilasi pada kehamilan
adalah hiperventilasi relatif, artinya kenaikan ventilasi alveolar diluar
pengaruh CO2 sehingga PaCO2 menurun.
B.
Pemenuhan
kebutuhan oksigen
Laju basal metabolisme meningkat
selama kehamilan seperti terbukti oleh peningkatan konsumsi oksigen. Laju
Metabolisme Basal (BMR) biasanya meningkat pada bulan ke-4 gestasi, meningkat
15% -20% pada akhir kehamilan, dan kembali ke nilai sebelum hamil pada hari
ke-5 atau ke-6 pascapartum. Peningkatan BMR mencerminkan peningkatan kebutuhan
O2 di unit janin-plasenta-uterus serta peningkatan konsumsi O2 akibat
peningkatan kerja jantung ibu.
Kebutuhan O2 ibu meningkat sebagai respon
terhadap percepatan laju metabolik dan peningkatan kebutuhan O2
jaringan uterus dan payudara. Dengan semakin tuanya kehamilan, pernafasan dada
menggantikan pernafasan perut dan penurunan diafragma saat inspirasi menjadi
semakin sulit.
Namun karena
adanya peningkatan kebutuhan O2, menyebabkan adanya penurunan kadar
CO2 yang menyebabkan alkalosis.
Seain itu, peningkatan vaskularisasi, sebagai respon
peningkatan kadar estrogen, membuat kapiler membesar sehingga terbentuklah
edema dan hiperemia pada traktus pernafasan atas. Kondisi ini meliputi sumbatan
pada hidung dan sinus, epistaksis, perubahan suara, dll. Peningkatan ini juga
membuat membran timpani dan tuba eustaki bengkak, nyeri pada telinga, atau rasa
penuh di telinga.
C.
Peningkatan Volume Tidal
Selama
kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas sebelum hamil
yaitu 3200 cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari 450 cc menjadi
600 cc, yang menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi permenit selama
kehamilan antara 19-50 %. Peningkatan volume tidal ini disebabkan oleh efek
progesteron terhadap resistensi saluran nafas dan dengan meningkatkan
sensitifitas pusat pernapasan terhadap karbondioksida.
Dari
faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan
kedua kehamilan akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu
fungsional, yang merupakan volume udara yang tidak digunakan dalam paru,
sebesar 20%. Selama kehamilan normal terjadi penurunan resistensi saluran napas
sebesar 50%.
Perubahan-perubahan
ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan gas darah. Karena
meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30 mm Hg, sedangkan
pO2 tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan pCO2 akan terjadi
mekanisme sekunder ginjal untuk mengurangi plasma bikarbonat menjadi 18-22
mEq/L, sehingga pH darah tidak mengalami perubahan.
II. Asma Pada Kehamilan
A.
Pengertian
Asma pada Kehamilan
The
American Thoracic Society (1962): adalah suatu penyakit dengan ciri
meningkatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil suatu pengobatan.
Gibbs
dkk (1992) mendefinisikan sebagai suatu gangguan inflamasi kronik pada saluran
napas yang banyak diperankan oleh terutama sel mast dan eosinofil
Beberapa pengertian Asma menurut
beberapa sumber :
1.
Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan heredites utama dimana otot-otot bronchi (saluran udara pada paru) mengalami kontraksi
penyimpitan sehingga menyulitkan pernapasan.
2.
Asma merupakan
penyakit kronik dari saluran pernapasan yang hilang dan timbul diduga mempunyai
hubungan yang erat dengan sistem imun dari tubuh.
3.
Asma
bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyimpitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan
maupun hasil dari pengobatan (The American Thorakic Society)
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik
jalan napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala
periodik berupa sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada
wanita hamil.
Asma
bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada
kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek
kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi.
B. Jenis-jenis Asma
Asma dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1.
Asma interisik
(berasal dari dalam)
Yang sebab serangannya tidak diketahui
2.
Asma eksterisik
(berasal dari luar)
Yang pemicu serangannya berasal dari luar tubuh (biasanya lewat pernafasan)
Serangan asma dapat berlangsung singkat atau berhari-hari. Bisanya serangan
dimulai hanya beberapa menit setelah timbulnya pemicu. Frekuensi asma
berbeda-beda pada tiap penderita. Serangan asma yang hebat dapat menyebabkan
kematian
C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
1.
Faktor
Predisposisi
a.
Genetik.
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernapasannya juga bisa diturunkan.
b.
Faktor Prepisitas
Alergen
Dimana alergen dapat dibagai menjadi 3 jenis, yaitu :
1)
Inhalan, yang
masuk melalui saluran pernapasan
Ex : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2)
Ingestan, yahg
masuk melalui mulut
Ex : Makanan dan obat-obatan
3)
Kontaktan, yang
masuk melalui kontak dengan kulit.
Ex : perhiasan, logam, dan jam tangan
2.
Perubahan Cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti : musim hujan, musim
kemarau, musim bunga,. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga danb
debu
3.
Stress
Stress / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4.
Lingkungan
Kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polusi lalu lintas. Gejala ini membaik
pada waktu libur atau cuti.
5.
Olahraga /
aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas.
D. Tanda / Gejala
Asma
1.
Kesulitan
bernafas
2.
Kenaikan denyut
nadi
3.
Nafas berbunyi,
terutama saat menghembuskan udara
4.
Batuk kering
5.
Kejang otot di
sekitar dada
Adapun tingkatan klinik asma dapat dilihat pada tabel berikut dibawah :
Tingkatan
|
PO2
|
PCO2
|
pH
|
FEVI (% predicted)
|
Alkalosis respiratori ringan
Alkalosis respiratori
Tingkat waspada
Asidosis respiratori
|
Normal
↓
↓
↓
|
↓
↓
Normal
↓
|
↑
↑
Normal
↑
|
65 – 80
50 – 64
35 – 49
< 35
|
Pada kasus asma sedang, hipoksia pada awalnya dapat dikompensasi oleh
hiperventilasi sebagai refleksi dari PO2 arteri normal, menurunnya
PO2 dan alkalosis respiratori. Pada obstruksi berat, ventilasi
menjadi berat karena Fatigue menjadikan retensi CO2. pada
hiperventilasi, keadaan ini hanya dapat dilihat sebagai PO2 arteri
yang berubah menjadi normal. Akhirnya pada obstruksi berat yang diikuti
kegagalan pernafasan dengan karakteristik hiperkapnia dan asedemia
E. Patofisiologi
Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan herediter utama.
Peningkatan respon saluran nafas dan peradangan berhubungan dengan gen pada
kromosom 5, 6,11, 12, 14 & 16 termasuk reseptor Ig E yang afinitasnya
tinggi, kelompok gen sitokin dan reseptor antigen Y –Cell sedangkan lingkungan
yang menjadi alergen tergantung individu masing-masing seperti influenza atau
rokok.
Asma merupakan obstruksi saluran nafas yang reversible dari kontraksi otot
polos bronkus, hipersekresi mukus dan edem mukosa. Terjadi peradangan di
saluran nafas dan menjadi responsive terhadap beberapa rangsangan termasuk zat
iritan, infeksi virus, aspirin, air dingin dan olahraga. Aktifitas sel mast
oleh sitokin menjadi media konstriksi bronkus dengan lepasnya histamine,
prostalgladine D2 dan leukotrienes. Karena prostagladin seri F dan
ergonovine dapat menjadikan asma, maka penggunaanya sebagai obat-obat dibidang
obstetric sebaiknya dapat dihindari jika memungkinkan.
F. Komplikasi
1.
Keguguran
2.
Persalinan
prematur
3.
Pertumbuhan janin terhambat
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
1.
Menurunnya
aliran darah pada uterus
2.
Menurunnya
venous return ibu
3.
Kurva
dissosiasi oksi ttb bergeser ke kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
1.
Menurunnya
aliran darah ke pusat
2.
Meningkatnya
resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
3.
Menurunnya
cardiac output
Perlu diperhatikan efek samping pemberian obat-obatan asma terhadap fetus,
walaupun tidak ada bukti bahwa pemakaian obat – obat anti asma akan
membahayakan asma.
G. Pengaruh Kehamilan terhadap Asma
Pengaruh kehamilan
terhadap perjalanan klinis asma, bervariasi dan tidak dapat disuga. Dispnea
simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai 60%-70% wanita hamil,
bisa memberi kesan memperberat keadaan asma.
Wanita yang memulai
kehamilan dengan asma yang berat, tampaknya akan mengalami asma yang lebih
berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang dengan asma yang
lebih ringan. Sekitar 60% wanita hamil dengan asma akan mengalami perjalanan
asma yang sama pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
Gluck& Gluck
menyimpulkan bahwa peningkatan kadar IgE diperkirakan akan memperburuk keadaan
asma selama kehamilan, sebaliknya penderita dengan kadar IgE yang menurun akan
membaik keadaannya selama kehamilan.
Eksaserbasi serangan asma
tampaknya sering terjadi pada trimester III atau pada saat persalinan, hal ini
menimbulkan pendapat adanya pengaruh perubahan faktor hormonal, yaitu penurunan
progesteron dan peningkatan prostaglandin, sebagai faktor yang memberikan pengaruh.
Pada persalinan dengan
seksio sesarea resiko timbulnya eksaserbasi serangan asma mencapai 18 kali
lipat dibandingkan jika persalinan berlangsung pervaginam.
H. Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan
Pengaruh asma terhadap
kehamilan bervariasi tergantung derajat berat ringannya asma tersebut. Asma
terutama jika berat bisa secara bermakna mempengaruhi hasil akhir kehamilan,
beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidensi abortus, kelahiran
prematur, janin dengan berat badan lahir rendah, dan hipoksia neonatus.
Beratnya derajat serangan asma sangat mempengaruhi hal ini, terdapat korelasi
bermakna antara fungsi paru ibu dengan berat lahir janin. Angka kematian
perinatal meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dengan asma dibandingkan
kelompok kontrol.
Asma berat yang tidak
terkontrol juga menimbulkan resiko bagi ibu, kematian ibu biasanya dihubungkan
dengan terjadinya status asmatikus, dan komplikasi yang mengancam jiwa seperti
pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, serta
kelemahan otot dengan gagal nafas. Angka kematian menjadi lebih dari 40% jika
penderita memerlukan ventilasi mekanik.
Asma dalam kehamilan juga
dihubungkan dengan terjadinya sedikit peningkatan insidensi preeklampsia
ringan, dan hipoglikemia pada janin, terutama pada ibu yang menderita asma
berat.
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dengan penanganan penderita secara intensif, akan mengurangi
serangan akut dan status asmatikus, sehingga hasil akhir kehamilan dan
persalinan dapat lebih baik.
I.
Diagnosis
Asma Bronchial
Diagnosis
asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak
nafas, batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang dengan masa
remisi diantaranya. Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi
kadang-kadang dapat pula menjadi kronik sehingga keluhan berlangsung terus
menerus.
Adanya
riwayat asma sebelumnya, riwayat penyakit alergik seperti rinitis alergik, dan
keluarga yang menderita penyakit alergik, dapat memperkuat dugaan penyakit
asma. Selain hal-hal di atas, pada anamnesa perlu ditanyakan mengenai faktor
pencetus serangan.
Penemuan
pada pemerikasaan fisik penderita asma tergantung dari derajat obstruksi jalan
nafas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, takikardi, pernapasan
cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada penderita asma dalam serangan. Dalam
praktek tidak sering ditemukan kesulitan dalam menegakkan diagnosis asma,
tetapi banyak pula penderita yang bukan asma menimbulkan mengi sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang
J.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Pemeriksaan
Sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
c. Crede yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2.
Pemeriksaan
darah
a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15000 / mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
d. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
K. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pemeriksaan
Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut :
a.
Bila disertai
dengan bronkitis, maka bercak-bercak dihilus akan bertambah
b.
Bila terdapat
komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
c.
Bila terdapat
komplikasi, maka terdapat gambaran infiltratepada paru.
d.
Dapat pula
menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e.
Bila terjadi
penuomonia mediastinum, pneuomotoraks dan penuomoperi kardium, maka dapat
dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2.
Pemeriksaan tes
kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3.
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjaid selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema
paru, yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right Bundle Branch Block)
c. Tanda – tanda hipoksemia, yakni sinus tachycardia, SVES dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
4.
Scanning Paru
Dengan scaning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru
5.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidka saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk berat obstruksi
dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi
6.
USG
Ibu hamil penderita asma sebaiknya rajin memeriksakan janinnya sejak awal.
Pemeriksaan denga USG dilakukan sejak usia kehamilan 12 – 20 minggu untuk
mengetahui pertumbuhan janin. USG dapat diulang pada TM II dan TM III terutama
bila derajat asmanya berada pada tingkat sedang – berat
7.
Electronic
Fetal Heart rate Monitoring
Untuk memeriksa detak jantung janin
L. Penatalaksanaan
1.
Prinsip umum
pengobatan asma bronchial adalah :
a.
Menghilangkan
obstruksi jalan nafas dengan segera.
b.
Mengenal dan
menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.
c.
Memberikan
penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya
maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
pengobatannya yang diberikan dan bekerja sama dengan dokter atauperawat yang
merawatnya.
2.
Pengobatan pada
asma bronkhial terbagi 2 , yaitu :
a.
Pengobatan non
Farmakologik :
1)
Memberikan
penyuluhan
2)
Menghindari
faktor pencetus
3)
Pemberian
cairan
4)
Fisiotherapy
5)
Beri O2 bila
perlu
b.
Pengobatan
Farmakologi
1)
Bronkodilator
yang melebarkan saluran nafas
Seperti aminofilin atai kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan
asma ringan. Obat antiasma umumnya tidak
berpengaruh negatife terhadap janin kecuali adrenalin.
2) Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin karena penyempitan pembuluh daraj
ke janin yang dapat mengganggu oksigenasi pada janin tersebut.
3) Aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus
Menangani serangan asma akut
(sama dengan wanita tidak hamil), yaitu :
a)
Memberikan
cairan intravena
b)
Mengencerkan
cairan sekresi di paru
c)
Memberikan oksigen
(setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2
lebih 60 mmHG dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal.
d) Cek fungsi paru
e)
Cek janin
f)
Memberikan obat
kortikosteroid
Menangani status asmatikus dengan
gagal nafas
g)
Secepatnya
melakukan intubasi bila tidak terjadi perubahan setelah pengobatan intensif
selama 30 – 60 menit.
h)
Memberikan
antibiotik saat menduga terjadi infeksi
i)
Persalinan spontan dilakukan saat pasien tidak berada
dalam serangan
j)
Melakukan
ekstraksi vakum atau forseps saat pasien berada dalam serangan
k)
Seksio sesarea
atas indikasi asma jarang atau tidak pernah dilakukan.
l)
Meneruskan
pengobatan reguler asma selama proses kelahiran.
m)
Jangan
memberikan analgesik yang mengandung histamin tetapi pilihlah morfin atau
analgesik epidural.
n)
Hati-hati pada
tindakan intubasi dan penggunaan prostagladin E2 karena dapat menyebabkan
bronkospasme.
Memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu.
o)
Aminofilin
dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi akan mengalami gangguan
pencernaan, gelisah dan gangguan tidur.
p)
Obat antiasma
lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam air
susu sangat kecil
3.
Penanganan asma kronik pada kehamilan
Dalam penanganan penderita asma dengan kehamilan, dan tidak dalam serangan
akut, diperlukan adanya kerja sama yang baik antara ahli kebidanan dan ahli
paru. Usaha-usaha melalui edukasi terhadap penderita dan intervensi melalui
pengobatan dilakukan untuk menghindari timbulnya serangan asma yang berat.
Adapun usaha penanganan penderita
asma kronik meliputi :
a.
Bantuan
psikologik menenangkan penderita bahwa kehamilannya tidak akan memperburuk
perjalanan klinis penyakit, karena keadaan gelisah dan stres dapat memacu
timbulnya serangan asma.
b.
Menghindari
alergen yang telah diketahui dapat menimbulkan serangan asma
c.
Desensitisasi
atau imunoterapi, aman dilakukan selama kehamilan tanpa adanya peningkatan
resiko terjadinya prematuritas, toksemia, abortus, kematian neonatus, dan
malformasi kongenital, akan tetapi efek terapinya terhadap penderita asma belum
diketahui jelas.
d.
Diberikan dosis
teofilin per oral sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma antara 10-22
mikrogram/ml, biasa dosis oral berkisar antara 200-600 mg tiap 8-12 jam.
e.
Dosis oral
teofilin ini sangat bervariasi antara penderita yang satu dengan yang lainnya.
f.
Jika diperlukan
dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari, atau beta
agonis lainnya.
g.
Tambahkan
kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat gunakan prednison
dengan dosis sekecil mungkin.
h.
Pertimbangan antibiotika
profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi saluran nafas atas.
i.
Cromolyn sodium
dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan asma, dengan dosis 20-40
mg, 4 kali sehari secara inhalasi.
M. Hal-Hal Untuk Mencegah Agar Tidak Terjadi Serangan Asma Selama Hamil
1.
Jangan merokok
2.
Kenali faktor
pencetus
3.
Hindari flu,
batuk, pilek atau infeksi saluran nafas lainnya. Kalu tubuh terkena flu segera
obati. Jangan tunda pengobatan kalu ingin asma kambuh.
4.
Bila tetap
mendapat serangan asma, segera berobat untuk menghindari terjadinya kekurangan
oksigen pada janin
5.
Hanya makan
obat-obatan yang dianjurkan dokter.
6.
Hindari faktor
risiko lain selama kehamilan
7.
Jangan
memelihara kucing atau hewan berbulu lainnya.
8.
Pilih tempat
tinggal yang jauh dari faktor polusi, juga hindari lingkungan dalam rumah dari
perabotan yang membuat alergi. Seperti bulu karpet, bulu kapuk, asap rokok, dan
debu yang menempel di alat-alat rumah tangga.
9.
Hindari stress
dan ciptakan lingkungan psikologis yang tenang
10.
Sering – sering
melakukan rileksasi dan mengatur pernafasan
11.
Lakukan
olahraga atau senam asma, agar daya tahan tubuh makin kuat sehingga tahan
terhadap faktor pencetus.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asma dalam kehamilan
adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga
menimbulkan gejala periodik berupa sesak napas, dada terasa berat, dan batuk
yang ditemukan pada wanita hamil.
Asma bronkiale merupakan
penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada kehamilan dan
persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada
asma tidak dapat diprediksi.
Pengaruh asma terhadap
kehamilan bervariasi tergantung derajat berat ringannya asma tersebut. Asma
terutama jika berat bisa secara bermakna mempengaruhi hasil akhir kehamilan,
beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidensi abortus, kelahiran
prematur, janin dengan berat badan lahir rendah, dan hipoksia neonatus
B.
Saran
Kepada mahasisiwi kebidanan
agar lebih dapat memahami jenis penyakit yang menyertai kehamilan dan persalinan
khususnya asma.
Bagi petugas
kesehatan khususnya bidan dapat mengetahui tndak lanjut penanganan penyakit
yang menyertai kehamilan dan persalinan khususnya asma,dan bidan dapat
mengenali tanda dan gejala terjadinya asma dalam kehamilan dan persalinan
DAFTAR
PUSTAKA
Mansjoer, Arief . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid I . Jakarta :
Media Aesculapius.
Manuaba, Ida Bagus Gde . 1998 . Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan . Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam . 1998 . Sinopsis Obstetri Jilid I . Jakarta : EGC
Nugroho, Taufan . 2010 . Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kesehatan .
Yogyakarta : Nuha Medika
Prawirohardjo, Sarwono . 2005 . Ilmu Kebidanan . Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka – Sarwono Prawiroharjo
Saifudin, Abdul Bari . 2002 .
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal . Jakarta :
JNPKKR – POGI
kalau sudah terkena asma pada masa kehamilan cara mengatasinya bagaimana???
BalasHapusapakah disamakan dengan orang sakit asma biasa???
salam kenal dari blogger seberang (^_^)